Rabu, 20 Maret 2013

Eksistensi Wanita Dalam Jurnalistik

Jurnalistik atau dunia kewartawanan merupakan pekerjaan yang tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Bidang yang bergelut dalam peliputan suatu berita (media massa) diidentikan dengan keras dan bahaya. 

Belum lagi, jurnalistik terkenal sebagai pekerjaan yang didominasi para pria. Padahal, pekerjaan ini melibatkan juga wanita-wanita tangguh Indonesia. Wanita-wanita inilah yang mewarnai dunia jurnalistik yang sering dianggap suram oleh sebagian kalangan.

Beberapa masyarakat beranggapan wanita itu lemah dan tak pantas menekuni bidang jurnalistik. Anggapan tersebut tak lantas menyurutkan perempuan yang ingin menjajaki bidang jurnalistik. 

Misalnya ada Rohana Kudus, wanita yang lahir pada tanggal 20 Desember 1884 dan meninggal di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1972 mendapat penghargaan sebagai wartawati pertama Indonesia pada Hari Pers Nasional ke-3 pada tahun 1974. Penghargaan yang lainnya adalah sebagai Perintis Pers Indonesia (1987) dan Bintang Jasa Utama.

 Selain itu, wartawan wanita lainnya ialah Herawati wanita yang sudah memasuki usia 95 tahun pernah bekerja sebagai wartawan lepas di kantor berita United Press International (UPI), kemudian ia bergabung sebagai penyiar di radio Hosokyoku. Herawati juga penerbit surat kabar berbahasa Inggris, The Indonesian Observer, yang pada eranya menjadi sumber utama informasi mengenai Indonesia bagi korps diplomatik asing yang bertugas di Jakarta. 

Selanjutnya, sekarang ini kita mengenal Tina Talisa alumnus kedokteran gigi Universitas Padjajaran (UNPAD) sudah cukup lama berkecimpung pada bidang jurnalistik yang sebenarnya tak sesuai dengan almamaternya. Mengawali karir di stasiun televisi TVRI, kemudian mencoba peruntungannya di stasiun televisi lain, seperti: Trans Tv, Tv One, dan sekarang mengabdikan diri di stasiun TV Indosiar serta menjadi pembicara di berbagai acara seminar mahasiswa.
           
             Itulah beberapa prestasi yang ditorehkan wanita dalam bidang media, baik itu media cetak maupun media elektronik. Ternyata wanita mampu dan memiliki peranan besar dalam media massa.
           
           Wanita tak bisa dipandang rendah. Wanita memiliki kemampuan yang tak kalah hebatnya dengan pria. Sudah tak zaman lagi adanya diskriminasi atau perendahan terhadap kaum wanita. Wanita patut dibanggakan karena mampu berkiprah melalui jurnalistik sampai di kancah internasional. 
Patut dibanggakan pula, bagi wartawati-wartawati yang siap ditugaskan di medan perang atau konflik. Dengan keberaniannya ia sanggup menanggung segala resiko yang diterima. Wanita dalam jurnalistik secara nyata ikut menjadi saksi bisu atas pemberitaan yang ada

 Pada dasarnya, wanita memang mempunyai kapasitas terbatas sejauh mana ia harus terjun dalam suatu bidang pekerjaan Maka dari itu, seorang wanita tidak serta merta melupakan peran kodratinya. Wanita tetap menjadi ibu bagi anak-anaknya dan tetap menjadi istri bagi suaminya. 
Terlepas dari segala prestasi para wanita dalam jurnalistik, kita perlu menundukkan kepala sejenak dan berdoa bagi para jurnalis yang harus gugur ketika mengemban tugas. Para jurnalis yang meninggal ketika peliputan perlu mendapat apresiasi tinggi. 

Karena kekonsistensiannya pada jurnalistik ia tetap bertugas meliput demi informasi kebenaran. Kasus terakhir gugurnya pewarta berita ini ialah meninggal reporter dan kameraman stasiun televisi Trans Tv akibat jatuhnya pesawat sukhoi SJ 100. 

Meninggalnya jurnalis tersebut membawa awan duka bagi kalangan para pewarta berita lainnya. Jurnalistik tidak dipungkiri memang pekerjaan dengan resiko yang cukup tinggi.
Dari berbagai kasus kecelakaaan kerja yang tidak terduga dan dialami para jurnalis ini, perusahaan atau lembaga yang menanungi jurnalis tersebut seharusnya bisa menjamin mereka dengan adanya jaminan social. Dengan adanya jaminan social setidaknya akan menambah semangat dan keprofesionalitasan mereka dalam bekerja. Jaminan social yang bisa diberi seperti, jaminan kesehatan, kecelakaan apalagi perlu adanya tunjangan melahirkan bagi pekerja perempuan.  

 Selain itu, ternyata terdapat juga para jurnalis yang hanya berstatus wartawan kontrak dan contributor. Jurnalis bekerja untuk negeri, dengan adanya jurnalis dapat menjunjungi tinggi suatu kepemerintahan dan dapat pula menjatuhkannya. Setidaknya adanya jaminan social sedikit memberi apresiasi lebih kapada mereka (jurnalis). 
Menjadi seorang jurnalis selain mendapat kesempatan bisa berkenalan dengan petinggi-petinggi negeri ini bahkan pejabat mancanegara, yang terpenting pengalaman yang didapat. Bisa mengetahui dunia luar dengan tujuan mencari kebenaran untuk diinformasikan kembali kepada khalayak. 

Jurnalis adalah pekerjaan mulia, ibarat nabi jurnalis mampu menyebarkan segala kebenaran ke penjuru dunia. 
       Jurnalistik akan terus tumbuh dan berkembang. Semoga kedepannya melahirkan jurnalis-jurnalis wanita yang lebih tangguh dan terus berprestasi dalam bidang jurnalistik ini. Jadilah jurnalis yang kreatif dan memegang teguh aturan kewartawanan yang ada. 

           Jangan label wartawan amplop kembali melekat kepada para jurnalis, junjung tinggilah profesionalitas pekerjaan. Hal terpenting lainnya ialah informasikan setiap berita yang ada dengan kadar kebenarannya yang berimbang. Jangan penyebaran suatu berita hanya memihak satu kepentingan saja.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

baru satu postinganya, ckck

Posting Komentar